Kisah seorang ibu yang biasa kami panggil inaq, berasal dari lombok. Beliau bukanlah seorang sarjana, bukan juga cendikia, beliau hanya seorang ibu, yang sangat pengasih, ia sangat baik sekali.
Mengaji itulah yang ia ajarkan kepada anak-anak sekitar. 3 ayat satu hari.
"Ya hari ini dapat 3 ayat baru lagi," kata inaq.
Semua anak-anak selalu bersemangat diajar oleh beliau. Bukan bayaran yang beliau harapkan, tapi ketentraman hati. Hampir keseluruhan dari anak-anak itu tidak sekolah.
Aku selalu tersentuh tiap melihat beliau, senyum tak pernah pudar dari bibirnya. Sorot mata yang teduh, menenangkan, seperti rumah bagiku.
Singkat cerita, hari ini adalah hari yang sangat membuat hati kami semua sakit, tak sanggup rasanya untuk membayangkan, tak mau berhenti air mata ini mengalir. Inaq sakit, karena faktor usia. Tak ada keluhan apapun yg beliau lontarkan, senyuman selalu senyuman.
Karna jarak rumah sakit dari rumah sangat jauh, kami tidak mungkin membawa beliau lewat jalur darat. Kami membawa beliau lewat jalur udara, dengan pesawat mini.
Dipesawat pun senyum inaq tidak pudar walau sedikit. Kami tetap tak bisa menahan tangis, "jangan menangis anak ku," katanya menenangkan. Ku mencoba menghapus air mataku. Lalu ku buka hp, ku tunjuk kan beberapa foto anak-anak, lalu ku vidio call teman yang bersama mereka, ku hadapkan ke inaq "jangan bersedih anak-anak ku, inaq baik-baik saja, jangan khawatir," masih terus tersenyum.
Jangan tanya bagaimana aku, air mata ku semakin deras mengalir walau tak ada suara yg keluar.
"Mari kita mengaji saja," seluruh penumpang pesawat mengeluarkan air mata, dalam keadaan seperti ini saja inaq masih memikirkan kami anak nya, walau bukan anak kandung nya. Di tuntunnya anak-anak membaca ayat demi ayat Al Quran, lewat vidio call. Tak sanggup rasanya aku untuk melihatnya. "hari ini dapat 3 ayat baru lagi kan, yg diberi nama surah Al Hujurat," beliau diam, lalu matanya terpejam, hening, tiada kata lain lagi yang terucap.
Video call masih tersambung, ku dengar samar-samar anak-anak saling berbisik, inaq kenapa? Ada apa dengan inaq? Inaq baik-baik saja. Kumatikan sambungannya.
Aku yang disebelah inaq tak berani untuk mengecek kondisinya. Ada yg mencoba menyentuh untuk mengecek, ku cegah "jangan," kataku.
Aku ingin berfikir bahwa inaq hanya tidur, beliau lelah. fikirku melayang mengingat memori bersama inaq, canda tawanya, senyumnya, nasehatnya. Terbayang jelas raut wajahnya, mana mungkin aku bisa lupa.
Beberapa menit berlalu, masih hening. Samar kudengar ada suara sesenggukan. aku tersadar, tangiskupun pecah, tak akan ku tahan lagi, ku keluarkan semuanya, sudah tak sanggup otak ku berfikir.
Beginikah Tuhan Engkau ambil hambamu dari sisi kami, secepat ini. orang yang sangat kami sayangi seperti ibu kami sendiri. Sesakit inikah rasanya Tuhan?. Hatiku merintih mengadu pada Tuhan.
Berat ku rasa cobaan ini. Terlalu tiba-tiba menurutku.
Pk_raihanah
Bogor, 24 juli 2019

Abang sangat menyukai cerita ini
BalasHapus